IMPLIKASI KOMPUTER DI BIDANG TEKNIK DAN ILMU PENGETAHUAN


Berikut adalah implikasi komputer di bidang teknik dan ilmu pengetahuan:
1.      Komputer sangat bermanfaat untuk perhitungan-perhitungan yang sulit dan membutuhkan presisi tinggi yang tidak mungkin dilakukan oleh manusia. Ini biasanya digunakan untuk keperluan untuk penelitian dan riset.
Kecepatan dan ketepatan komputer sangat bermanfaat dalam pengolahan data pada aplikasi teknik. Komputer dapat menyelesaikan perhitungan-perhitungan yang sulit dan rumit dalam waktu yang cepat. Perhitungan-perhitungan yang harus dilakukan secara trial and error (coba dan salah), yang biasanya sangat lama, sulit dan membosankan, sekarang telah dapat dialihkan tugasnya kepada komputer. Penelitian dan riset pengembangan yang berbahaya bila dilakukan oleh manusia dan yang membutuhkan biaya yang besar,sekarang dapat dilakukan secara simulasi pada komputer.
2.      Para ahli nuklir dapat membuat model reaktor nuklir pada layar komputer, tidak perlu membuat model yang sebenarnya. Kondisi-kondisi yang diperlukan pada reaktor nuklir dapat diprogramkan, dan dapat dicoba diberikan adta yang melampaui batas keamanan reaktor tersebut untuk melihat apa yang terjadi.
3.      Komputer juga bisa digunakan untuk bidang ilmu pengetahuan alam, misalnya mempelajari keadaan struktur tanah, keadaan angin, cuaca, dan sebagainya.
4.      Dalam bidang bioteknologi, peralatan-peralatan kultur telah banyak yang dilengkapi dengan kontrol komputer untuk mengusahakan ketelitian kerja pada ruang steril.
5.      Pada bidang teknik sipil komputer digunakan untuk menghitung presisi dan kekuatan konstruksi bangunan.
6.      Bidang arsitektur computer digunakan untuk mensimulasi gambar-gambar ruang secara tiga dimensi.
7.      Komputer dapat juga digunakan untuk membuat model molekul-molekul, yang dapat ditampilkan secara grafik pada layar komputer. Melalui grafik ini, ahli kimia dapat mengamati bagaimana molekul-molekul tersebut beraksi bila dipengaruhi oleh lingkungan luarnya. Manipulasi dari molekul-molekul secara grafik dengan menggunakan komputer akan menghemat waktu dan biaya.
8.      Komputer juga dipergunakan pada bidang geologi untuk mempelajari keadaan tanah serta contour dari suatu daerah.
9.      Aplikasi dari Computer Aided Design (CAD), yaitu perancangan yang memakai bantuan komputer, sekarang mulai banyak digunakan untuk merancang bentuk-bentuk dalam bidang teknik, seperti misalnya perancangan bentuk mobil yang paling efisien dan efektif atau perancangan gedung atau susunan tata ruang dalam bidang arsitektur.
10.  Perjalanan ke ruang angkasa pasti akan menjadi impian sampai sekarang bila komputer tidak lahir di dunia. Untuk saat peluncuran saja, ribuan pekerjaan yang mendetail sudah harus dilakukan dan diawasi. Walaupun sudah ada sejumlah tenaga ahli yang cukup banyak, tanpa adanya bantuan komputer untuk mengontrol semuanya, pekerjaan tersebut hampir tidak mungkin dilakukan. Misalnya membuka katup-katup tertentu, mengaktifkan fungsi-fungsi tertentu dan memonitor segala kegiatan dari pesawat ruang angkasa yang akan dan sudah meluncur, merupakan tugas yang dilakukan oleh sistem komputer baik yang ada di stasiun bimu maupun yang ada di dalam pesawat tersebut.
11.  Untuk melakukan pengelohan data penelitian khususnya analisa data statistik aplikasi komputer pengolahan data sangat memudahkan para peneliti atau pengguna.
Sumber :

MAKALAH IMPLIKASI PRINSIP EMPLOYABILITY SKILLS PADA SEKOLAH KEJURUAN


A.   PENDAHULUAN
Dalam UU No 20 Tahun 2003 dijelaskan tujuan pendidikan nasional yaitu, “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa secara formal sistem pendidikan indonesia diarahkan pada tercapainya cita-cita pendidikan yang ideal dalam rangka mewujudkan peradaban bangsa Indonesia yang bermartabat.
Sehingga, proses pendidikan diharapkan dapat menghasilkan peserta didik yang memiliki keterampilan, baik itu keterampilan professional atau hard skill  maupun keterampilan dalam hal mengembangkan potensi dirinya atau soft skill. Dalam hal ini peserta didik nantinya bisa bersaing dalam era globalisasi dan industrialisasi seperti sekarang ini. Dalam era globalisasi dan industrialisasi perubahan dalam berbagai aspek kehidupan yang datang begitu cepat, telah menjadi tantangan nasional dan menuntut perhatian segera dan serius. Hal ini sangat beralasan karena fenomena dalam era seperti sekarang ini khususnya yang berkaitan dengan dengan dunia kerja. Dunia kerja membutuhkan tenaga kerja yang memiliki keterampilan.
Pendidikan yang sesuai dengan tuntutan era globalisasi dan industrialisasi adalah pendidikan yang memiliki otientasi pada dunia kerja dengan memberikan penekanan pada pembelajaran yang bisa dioptimalkan melalui penyelenggaraan kurikulum yang sesuai. Dunia kerja yang merupakan sasaran akhir dari proses pembelajaran mempunyai karakter tersendiri. Oleh karena itu sekolah dalam proses pembelajarannya harus bisa menciptakan pendekatan pembelajaran yang tepat dan sesuai dengan tuntutan dari dunia kerja.
Maka dari itu sudah menjadi tantangan tersendiri bagi sekolah kejuruan dalam mempersiapkan peserta didik untuk menjadi tenaga kerja  yang memiliki kemampuan bekerja secara professional dan mampu mengembangkan potensinya untuk kepentingan masa depan. Karena dengan memiliki tenaga kerja yang terampil dan kompeten maka pembangunan nasional di segala sektor dapat dilaksanakan secara optimal.
Disamping itu, para lulusan pendidikan kejuruan diharapkan dapat mengisi kesempatan pekerjaan yang tersedia dengan bekal yang dimilikinya dan mendapatkan imbalan yang sesuai. Tetapi kondisi saat ini sangat berbeda dan tidak seperti yang diharapkan. Banyak lulusan pendidikan kejuruan yang tidak terserap di dunia kerja atau menganggur, bahkan mereka yang telah bekerjapun bukan tanpa masalah. Bekal pengetahuan dan keterampilan yang mereka miliki tidak cukup untuk dapat bertahan dalam lingkungan kerja. Banyak faktor yang menjadi penyebabnya, antara lain yaitu penyedia tenaga kerja dalam hal ini pendidikan, peminta dalam hal ini industri, dan juga dari para lulusan sendiri
Dari beberapa faktor yang tersebut di atas, faktor yang paling mendasar sehingga tenaga kerja yang merupakan lulusan dari pendidikan kejuruan tidak terserap di dunia kerja atau mereka yang telah bekerja tidak dapat bertahan lama dalam lingkungan kerja adalah kurangnya kemampuan employability yang dimiliki oleh tenaga kerja tersebut. Kebutuhan dunia kerja terhadap keterampilan yang dimiliki oleh lulusan sekolah kejuruan memiliki hubungan yang sangat erat dengan kurikulum. Seperti yang akan dipaparkan dalam makalah ini tentang implementasi konsep employability dalam pengembangan kurikulum. Seperti apa kurikulum yang harus dikembangkan pada sekolah kejuruan yang dapat memberikan kemampuan employability pada lulusannya?
B.   KONSEP EMPLOYABILITY SKILLS
Dalam Keputusan Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia Nomor 161 Tahun 2015 tentang Penetapan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia Kategori Pendidikan Golongan Pokok Jasa Pendidikan Bidang Standdiisasi, Pelatihan, dan Sertifikasi menjelaskan bahwa employability skills adalah kemampuan dasar yang menunjang pelaksanaan pekerjaan, terdiri dari delapan aspek yaitu : komunikasi, kerjasama tim, penyelesaian masalah, inisiatif dan usaha, perencanaan dan pengorganisasian, pengelolaan diri, kemampuan belajar, dan penggunaan teknologi.
The Conference Board of Canada (2000) mendefinisikan employability skills sebagai suatu istilah yang digunakan untuk menjelaskan keterampilan dan kualitas individu yang dikehendaki oleh pemberi kerja terhadap pekerja baru apabila mereka mulai bekerja. Employability skills dilihat dari tiga elemen keterampilan utama  yaitu:  (1) Fundamentals skills,  yang meliputi keterampilan berkomunikasi, keterampilan mengelola informasi, keterampilan matematik dan keterampilan menyelesaikan masalah. (2) Personal management skills, yang meliputi keterampilan dalam bersikap dan berperilaku positif, keterampilan bertanggungjawab, keterampilan dalam beradaptasi, keterampilan belajar berkelanjutan dan keterampilan bekerja secara aman. (3) Teamwork skills, yang meliputi keterampilan dalam bekerja dengan orang lain dalam suatu tim dan keterampilan berpastisipasi dalam suatu projek atau tugas.
Organisasi Buruh Internasional (ILO) mendefinisikan employability skills sebagai keterampilan, pengetahuan, dan kompetensi yang meningkatkan kemampuan seseorang untuk mendapatkan dan mempertahankan suatu pekerjaan, berkembang di tempat kerja dan bisa menghadapi perubahan, mendapatkan pekerjaan lain jika ia ingin berhenti atau diberhentikan dan bisa kembali ke dunia kerja dengan mudah di waktu yang berbeda di dalam siklus hidupnya.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimplukan bahwa employability skills adalah kemampuan seseorang dalam berkomunikasi, bekerjasama secara tim, dalam menyelesaikan masalah, mengambil inisiatif dan kemudian dari inisiatif tersebut akan mendorong untuk adanya usaha, merencanakan dan mengorganisasikan rencana tersebut, mengelola diri supaya mampu meningkatkan kompetensi, yang memiliki kemampuan belajar, dan dapat menggunakan teknologi. Kemampuan tersebut erat kaitannya dengan pekerjaan yang dilakukan oleh individu di dunia industri. Sehingga dalam hal kualitas tenaga kerja, employability skills merupakan kemampuan yang harus dimilki oleh setiap tenaga kerja.
C.   IMPLEMENTASI KONSEP EMPLOYABILITY SKILLS DALAM PENGEMBANGAN KURIKULUM SEKOLAH KEJURUAN
Melihat pentingnya employability skills yang perlu dimiliki oleh lulusan pendidikan kejuruan, maka perlu dicari alternatif solusi untuk mengoptimalkan dan meningkatkan employability skills peserta didik. Employability skills menurut bebarapa ahli, dapat disimpulkan menjadi 4 komponen skills yaitu fundamental skills, personal management skills, teamwork skills, dantechnological skills. Untuk mengalisis dan memecahkan masalah employability skills perlu dilakukan pemetaan komponen-komponen employability skills dan mengidentifikasi permasalahan serta solusinya (Sumarno, 2008).
Menurut Sumarno dari keempat komponen employability skills, komponen yang berkembang seiring dengan bertambahnya masa training adalah technological skills dan personal menagement skills. Sedangkan komponen fundamental skills, dan teamwork skills yang diperlukan untuk menghadapi perkembangan dunia kerja di masa yang akan datang tidak berkembang seiring dengan pertambahan masa training lulusan. Kondisi seperti ini dapat mengakibatkan mobilitas karir lulusan rendah dan industri/perusahaan lebih menyukai lulusan pendidikan umum daripada lulusan pendidikan kejuruan. Karena komponen yang berkembang secara dominan hanya technological skills, maka sangatlah wajar jika tamatan pendidikan kejuruan cenderung lebih menonjol bekerja pada jenis-jenis jabatan produksi dan keterampilan teknik.
Fakta tersebut menunjukkan bahwa pendidikan di pendidikan kejuruan selama ini, lebih menekankan pada komponen technological skills sedangkan komponen yang lain masih kurang diperhatikan. Untuk komponen technological skills dan personal menagement skills, dapat dikatakan sistem pendidikan kejuruan melalui praktek industri sudah cukup berhasil dalam meningkatkan kedua komponen ini, dimana lama training dalam hal ini dianalogikan sebagai kegiatan prakerin, dapat meningkatkan technological skills dan personal menagement skills siswa pendidikan kejuruan. Namun perlu dilakukan beberapa perbaikan dalam hal pelaksanaan praktek industri, dimulai dari perbaikan kurikulum prakerin dan kepedulian DUDI pada keberhasilan program prakerin, agar peningkatan technological skills dan personal menagement skills sesuai dengan yang diharapkan.
Komponen fundamental skills atau basic skills yang meliputi keterampilan berkomunikasi, keterampilan mengelola informasi, keterampilan matematik dan keterampilan menyelesaikan masalah yang tidak lain adalah softskill dinilai kurang dimiliki oleh lulusan pendidikan kejuruan. Untuk mengembangkan keterampilan softskill siswa pendidika kejuruan, perlu dilakukan paduan berbagai pendekatan, dimana sebagian harus diajarkan sebagai mata pelajaran formal yang sifatnya intra kurikuler, sebagian lagi diajarkan melalui pendekatan ekstrakurikuler. Peningkatan kualitas pembelajaran pada mata pelajaran non produktif yang selama ini kurang diminati peserta didik perlu dilakukan. Berbagai pendekatan model pembelajaran juga dapat menjadi solusi, untuk meningkatkan minat peserta didik pada mata pelajaran non produktif, yang nantinya berdampak pada peningkatan kecakapan akademik (basic skills) peserta didik. Sedangkan komponen teamwork skills perlu dikembangkan melalui pengaplikasian model pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan berkolaborasi dengan tim.
Dalam kaitannya dengan ke-4 komponen kemampuan tersebut perlulah dikembangkan kurikulum yang dapat menyeimbang komponen-komponen tersebut. Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Berdasarkan pengertian tersebut, ada dua dimensi kurikulum, yang pertama adalah rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran, sedangkan yang kedua adalah  cara  yang digunakan untuk kegiatan pembelajaran (Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional).
Kurikulum sekolah kejuruan yang harus dikembangkan adalah kurikulum yang berorientasi atau sesuai dengan kebutuhan dunia industri. Kurikulum yang berbasis integrasi merupakan salah satu kurikulum yang dikembangkan pada sekolah kejuruan. Kurikulum berbasis integrasi merupakan kurikulum yang memungkinkan siswa baik secara individual maupun secara klasikal aktif menggali dan menemukan konsep dan prinsip-prinsip secara holistik bermakna dan otentik. Kurikulum berbasis integrasi meliputi berbagai komponen yang saling berkaitan, yaitu subsistem masukan yakni siswa, subsistem proses yakni metode, materi dan masyarakat, subsistem produk yakni lulusan. Lulusan adalah produk sistem kurikulum yang memenuhi harapan kuantitas yakni jumlah lulusan sesuai dengan kebutuhan dan harapan kualitas yakni mutu lulusan ditinjau dari segi tujuan instrinsik dan tujuan ekstrinsik. Tujuan instrinsik beorientasi bahwa lulusan diharapkan menjadi insane terdidik, berbudaya, dan berakhlak karimah. Tujuan ekstrinsik berorientasi bahwa lulusan-lulusan sesuai dengan tuntutan pekerjaan, khususnya kompeten dalam pekerjaannya (Poerwati dan Amri, 2013)
Kurikulum yang akan diterapkan kiranya divalidasi terlebih dahulu. Ini bertujuan untuk menyesuaikan antara pelajaran dan kondisi-kondisi yang ada di lingkungan kerja. Kegiatan ini dianggap efektif karena kurikulum yang dihasilkan akan dilaksanakan di sekolah kejuruan dan sudah sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan dari institusi pasangan. Apa yang dipelajari oleh siswa selama belajar di sekolah akan sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan di lingkungan kerja sehingga diharapkan semua lulusan dapat mengisi lapangan kerja yang ada.
Kemudian untuk lebih efektif lagi diharapkan setiap sekolah kejuruan mendatangkan orang-orang industri untuk melakukan pelatihan-pelatihan atau pembelajaran-pembelajaran kepada peserta didik. Agar nantinya kemampuan peserta didik sudah dapat dilihat dari pembelajarn atau pelatihan tersebut. Sehingga dalam perekrutannya sebagai tenaga kerja tidak terlalu sulit lagi. Karena dengan mengundang sejumlah dunia usaha atau dunia industri sebagai pengguna lulusan, guru akan lebih mengetahui dan telah memprediksikan kecakapan hidup apa saja yang harus dimiliki dan dikuasai oleh peserta agar dapat mengisi peluang kerja yang akan datang.
Demikian pula integrasi employability skills dalam pembelajaran memang tidak mudah, tetapi harus dicari secara sungguh-sungguh dan bukan dilupakan hanya karena sulit. Untuk membahas integrasi employability skills dengan kurikulum, perlu disepakati dulu bahwa kurikulum adalah skenario pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan. Jika tujuan pendidikan adalah membantu peserta didik untuk mengembangkan potensinya agar mampu menghadapi problema kehidupan dan kemudian memecahkannya secara arif dan kreatif, berarti pembelajaran pada semua matapelajaran seharusnya diorientasikan ke tujuan itu dan hasil belajar juga diukur berdasarkan kemampuan yang bersangkutan dalam memecahkan problem kehidupan.
Pengembangan aspek-aspek employability skills tersebut dapat dibarengkan dengan substansi mata pelajaran atau bahkan sebagai metode pembelajarannya. Misalnya jika komunikasi dan kerjasama lisan ingin dikembangkan bersama topik tertentu di program keahlian teknik elektronika, maka ketiga aspek itu dikembangkan ketika topik tersebut dibahas, misalnya ada diskusi dan kerja kelompok. Kemampuan peserta didik dalam menyampaikan pendapat dan memahami pendapat orang lain, serta kemampuan bekerjasama memang dirancang dan diukur hasilnya dalam pembelajaran topik tersebut. Bahkan jujur, disiplin, tanggung jawab, kerja keras (aspek-aspek pada kesadaran diri) perlu dikembangkan oleh semua guru, pada semua topik dan bahkan dijadikan pembiasaan.
Secara sengaja, semua mata pelajaran mengembangkan sikap-sikap tersebut, sehingga merupakan pembiasaan. Kerja kelompok yang diatur agar terjadi interaksi secara maksimal antara anggota, diskusi dalam kelompok, menggali informasi dari berbabagi sumber untuk suatu tugas, pembelajaran berdasarkan masalah, merupakan contoh metoda pembelajaran yang dapat digunakan untuk mengembangkan kecakapan hidup. Hanya saja, sekali lagi metoda itu secara sengaja dirancang untuk mengembangkan kecakapan tertentu dan diukur hasilnya sebagai bagian hasil belajar. Dengan kata lain, guru/dosen/instruktur perlu merancang aspek soft skills apa yang akan dikembangkan bersama materi yang akan dibahas dan oleh karena itu metoda mengajar apa yang paling cocok. Jika digunakan kurikulum berorientasi kompetensi maka soft skills seharusnya dimasukan sebagai kompetensi dasar yang dikembangkan bersama mata pelajaran lainnya. Dengan demikian setiap mata pelajaran dituntut untuk mengembangkannya bersama kompetensi substansi mata pelajaran atau bahkan merupakan aplikasi substansi matapelajaran dalam kehidupan.
Kurikulum berbasis kompetensi juga diterapkan dalam kaitannya dengan employability skills. Kurikulum ini sudah menjadi bagian dari kurikulum 2013. Dalam pelaksanaannya, kurikulum 2013 memiliki prinsip yaitu :
1.    Prinsip relevansi ; secara internal bahwa kurikulum memiliki relevansi di antara komponen-komponen kurikulum (tujuan, bahan, strategi, organisasi, dan evaluasi). Sedangkan secara eksternal bahwa komponen-komponen tersebut memiliki relevansi dengan tuntutan ilmu pengetahuan dan teknologi (relevansi epistemologi), tuntutan dan potensi peserta didik (relevansi psikologis) serta tuntutan dan kebutuhan perkembangan masyarakat (relevansi sosiologis)
2.    Prinsip flesibilitas ; dalam pengembangan kurikulum mengusahakn agar yang dihasilkan memiliki sifat luwes, lentur, dan fleksibel dalam pelaksanaannya, memungkinkan terjadinya penyesuaian-penyesuain berdasrkan situasi dan kondisi tempat dan waktu yang selalu berkembang, serta kemampuan dan latar belakang peserta didik.
3.    Prinsip kontinuitas ; yakni adanya kesinambungan dalam kurikulum, baik secara vertikal, maupun secara horisontal. Pengalaman-pengalaman belajar yang disediakan kurikulum harus memperhatikan kesinambungan, baik yang di dalam tingkat kelas, antarjenjang pendidikan, maupun antara jenjang pendidikan dengan jenis pekerjaan.
4.    Prinsip efisiensi ; yakni mengusahakan agar dalam pengembangan kurikulum dapat mendayagunakan waktu, biaya, dan sumber-sumber lain yang ada secara optimal, cermat dan tepat sehingga hasilnya memadai.
5.    Prinsip efektivitas ; yakni mengusahakan agar kegiatan pengembangan kurikulum mencapai tujaun tanpa kegiatan yang mubazir, baik secara kualitas maupun kuantitas.

Kurikulum dilihat dari dua sisi dimensi yaitu : (1) Dimensi vertikal kurikulum sekolah kejuruan menyediakan kondisi link and match antarjenjang persekolahan dan kebutuhan untuk hidup di masa ayang akan datang. Sehingga employability skills dapat dijadikan sebagai orientasi dari pendidikan kejuruan yang memfasilitasi seseorang untuk menjadi manusia unggul. Menurut Reigeluth (1999) dimensi-dimensi vertikal terdiri dari : integritas, inisiatif, fleksibilitas, ketekunan, berorganisasi, humor, upaya, berpikir sehat, pemecahan masalah, tanggung jawab, kesabaran, persahabatan, sikap ingin tahu, kerja sama, kepedulian dan ketelitian, keberanian dan keteguhan hati, kebanggaan. (2) Dimensi horisontal kurikulum sekolah kejuruan mengaitkan antara pengalaman belajar di sekolah dan di luar sekolah. Sehingga rancangan dan implementasi kurikulum yang memperhatikan dua dimensi tersebut akan mengakrabkan peserta didik dengan berbagai sumber belajar yang ada di sekitarnya.

D.   KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa employability skills (fundamental skills, personal management skills, teamwork skills, dan technological skills) mutlak perlu dimiliki oleh lulusan sekolah kejuruan untuk mendapatkan perkerjaan dan mengembangkan diri di dunia kerja dan dunia industri.
Cara yang dapat ditempuh agar lulusan sekolah kejuruan mendapatkan kemampuan employability skills adalah memperbaiki kurikulum yang ada. Dengan cara melakukan validasi terlebih dahulu sebelum menerapkan kurikulum.

REFERENSI
Hanafi, Ivan. 2012. Re-orientasi Keterampilan Kerja Lulusan Pendidikan Kejuruan. Jurnal Pendidikan Vokasi Volume 2 Nomor 1, 107-115.
Kuswana. S, Wowo. 2013. Filsafat Pendidikan Teknologi Vokasi dan Kejuruan. Bandung : Alfabeta.
Poerwati, Loeloek. E & Amri. 2013. Panduan Memahami Kurikulum 2013 : Sebuah Inovasi Struktur Kurikulum Penunjang Masa Depan. Jakarta : PT. Prestasi Pustakaraya.
Reigeluth, C. 1999. Instructional Design Theoris and Models : A New Paradigm of Instructional Theory. New Jersey : Lawrence Eribaum Associates.
Suhartanta dan Zaenal Arifin. http://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/APTEKINDO/article/download/90/84 diunduh pada tanggal 29 Desember 2015.
Sumarno. 2008. Employability  Skills  dan  Pengaruhnya  Terhadap  Penghasilan  Lulusan SMK Teknologi dan Industri. Jurnal Kependidikan Lembaga Penelitian UNY, Volume XXXVIII, Nomor 1, Mei 2008, LLPM UNY, Yogyakarta.
Keputusan Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia Nomor 161 Tahun 2015 tentang Penetapan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia Kategori Pendidikan Golongan Pokok Jasa Pendidikan Bidang Standdiisasi, Pelatihan, dan Sertifikasi
UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.




RESENSI BUKU FILSAFAT PENDIDIKAN (PENULIS : MUHAMMAD ANWAR)


RESENSI BUKU FILSAFAT PENDIDIKAN
TULISAN MUHAMMAD ANWAR

A.   PENDAHULUAN
Filsafat adalah cinta kepada kebijaksanaan. Untuk menjadi bijaksana, berarti harus berusaha mengetahui tentang sesuatu dengan sedalam-dalamnya, baik mengenai hakikat adanya sesuatu, cirri-ciri, kegunaan, masalah-masalah, dan sekaligus pemecahannya (Siagian, 1981). Oleh karena itu filsafat tidak bisa terlepas dari perkembangan manusia. Sehingga, dengan filsafat manusia bisa menjadi pribadi yang bijaksana.
Dengan menggunakan akal dan pikirannya manusia bisa berkembang dari masa ke masa. Atau dengan kata lain bahwa filsafat ialah upaya manusia dengan menggunakan akal dan pikirannya untuk memahami, mendalami, dan menyelami secara radikal, integral, dan sistematik mengenai ketuhanan, alam semesta, dan manusia. Sehingga, dapat menghasilkan pengetahuan tentang hakikatnya yang dapat dicapai akal manusia dan bagaimana seharusnya sikap manusia setelah mencapai pengetahuan yang diinginkan (Anwar, 2015). Oleh karena itu, seorang yang berfilsafat adalah orang yang berpikir secara sadar dan bertanggungjawab, dengan pertanggungjawaban pertama adalah terhadap dirinya sendiri. Kemudian pertanggungjawaban yang lainnya, diantaranya terhadap pengetahuan.
Filsafat sering dikatakan sebagai ilmu tertua yang menjadi induk ilmu penngetahuan lain (Brubacher, 1997). Dalam ilmu pengetahuan, filsafat mempunyai kedudukan sentral. Ini disebabkan karena, filsafat pada awalnya merupakan satu-satunya usaha manusia untuk mencapai kebenaran pengetahuan. Tetapi, dalam perkembangannya manusia tidak pernah merasa puas dengan meninjau segala sesuatu dari pengertian yang umum, melainkan juga ingin mengetahui hal-hal yang bersifat khusus, salah satunya yaitu pendidikan. Sehingga dalam kaitannya dengan pendidikan, filsafat memiliki peranan penting dalam perkembangan pendidikan dari masa ke masa, sampai dengan sekarang ini.
Dalam perkembangannya tersebut filsafat pendidikan sangatlah berpengaruh dalam perkembangan peradaban manusia. Karena dengan pendidikan manusia akan memiliki pengetahuan yang lebih terstruktur, sehingga dengan pengetahuan tersebut manusia akan mampu mengembangkan segala potensi yang dimilikinya untuk digunakan dalam kepentingan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

B.   SUMMARY BUKU
Pada bab 1, buku ini membahas tentang pengertian dan kedudukan filsafat dalam ilmu pengetahuan dan kehidupan manusia. Pengertian filsafat mengandung arti kebijaksanaan, yaitu : (1) Keradikalan sejajar dengan dasar atau dengan kata lain masa lalu. (2) Keuniversalan sesuai dengan kenyataan atau dengan kata lain masa sekarang. Dan (3) Kesistematisan sesuai dan selaras dengan tujuan atau dengan kata lain masa sekarang.
Filsafat memberikan dasar-dasar yang umum dan khusus bagi ilmu pengetahuan. Dasar yang diberikan oleh filsafat yaitu sifat-sifat ilmu dari ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan memperoleh sifat ilmu, kalau memenuhi syarat yang telah ditentukan oleh filsafat. Artinya, tidak mungkin setiap ilmu meninggalkan dirinya sebagai ilmu pengetahuan, dengan meninggalkan syarat yang telah ditentukan oleh filsafat. Filsafat juga memberikan metode atau cara kepada setiap ilmu pengetahuan.
Kedudukan filsafat dalam kehidupan manusia adalah memberikan pengertian dan kesadaran kepada manusia akan arti pengetahuan tentang kenyataan yang diberikan filsafat.

Pada bab 2, buku ini membahas tentang pengertian pendidikan dan filsafat pendidikan serta penerapannya. Pendidikan mengandung tujuan yang ingin dicapai, yaitu individu yang kemampuan dirinya berkembang sehingga bermanfaat untuk kepentingan hidupnya, baik sebagai seorang individu maupun sebagai warga negara atau warga masyarakat. Untuk mencapai tujuan tersebut, pendidikan perlu melakukan usaha yang disengaja dan terencana untuk memilih bahan materi, strategi kegiatan, dan teknik penilaian. Kegiatan tersebut dapat diberikan di lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat, berupa pendidikan formal, inormal dan nonformal.
Filsafat pendidikan lahir dan menjadi bagian dan rumpun konsep ilmu pendidikan sebagai ilmu pengetahuan normatif. Merupakan disiplin ilmu yang merumuskan kaidah-kaidah, norma, atau nilai yang akan dijadikan ukuran tingkah laku manusia yang hidup di tengah-tengah masyarakat. Sekaligus untuk menentukan tingkah laku perbuatan manusia dalam kehidupan dan penghidupannya. Filsafat pendidikan juga lahir dari ilmu pendidikan sebagai ilmu pengetahuan praktis. Artinya bahwa tugas pendidikan sebagai aspek kebudayaan mempunyai tugas untuk menyalurkan nilai-nilai hidup. Selain itu, untuk melestarikan dan mengembangkan nilai-nilai tingkah laku kepada subjek didik, yang bersumber dari filsafat dan/atau orangtua. Pelaksanaan pendidikan tersebut juga merangkum antara teori pengetahuan dan filsafat yang terkandung dalam pelajaran yang diberikan. Filsafat pendidikan merupakan terapan ilmu filsafat terhadap masalah pendidikan atau filsafat yang diterapkan dalam suatu usaha pemikiran mengenai masalah pendidikan. Sebagai ilmu yang menjadi jawaban terhadap masalah-masalah dalam bidang pendidikan, maka filsafat pendidikan dalam kegiatannya secara normatif berfungsi : (1) Merumuskan dasar-dasar dan tujuan pendidikan, konsep hakikat pendidikan dan hakikat manusia, dan isi moral pendidikan. (2) Merumuskan teori, bentuk, dan sistem pendidikan, yang meliputi kepemimpinan, politik pendidikan, pola-pola akulturasi, dan peranan pendidikan dalam pembangunan bangsa dan negara. (3) Merumuskan hubungan antara agama, filsafat, filsafat pendidikan, teori pendidikan, dan kebudayaan.
Untuk memahami peranan, fungsi, dan tugas filsafat pendidikan, maka terlebih dahulu harus diketahui peranan filsafat dan pendidikan, serta hubungan antara keduanya. Filsafat menetapkan ide-ide dan idealismenya, sedangkan pendidikan merupakan usaha yang disengaja dan terencana untuk merealisasikan ide-ide itu menjadi kenyataan dalam tindakan, tingkah laku pembinaan kepribadian. Peranan filsafat pendidikan semakin jelas sebagai jiwa, pedoman, dan pendorong adanya pendidikan. Dalam memecahkan masalah pendidikan, filsafat pendidikan tidak dapat lepas dari displin ilmu filsafat yaitu, metafisika atau teori tentang realitas, epistemologi atau teori tentang ilmu pengetahuan, dan etika atau teori tentang nilai. Jika dihubungkan dengan ketiga disiplin ilmu tersebut maka filsafat pendidikan menurut Kil-patrick mempunyai tugas pokok, yaitu : (1) Memberikan kritik terhadap asumsi yang dipegangi oleh pendidik. (2) Membantu memperjelas tujuan pendidikan. (3) Melakukan evaluasi secara kritis, tentang berbagai metode-metode pendidikan yang dipergunakan  untuk mencapai tujuan-tujuan kependidikan yang telah dipilih.

Pada bab 3, buku ini membahas tentang masalah pokok filsafat dan pendidikan. Filsafat sebagai ilmu yang mengadakan tinjauan dan mempelajari objeknya dari sudut hakikat, juga mengadakan tinjauan dari segi sistematik. Artinya, tinjauan dengan memperoleh pandangan mengenai masalah-masalahnya yang utama dan penyelidikannya yang saling berhubungan. Dalam tinjauan dari segi sistematik ini filsafat berhadapan dengan tiga masalah utama, yaitu realitas, pengetahuan, dan nilai. Masalah-masalah filsafat tersebut juga merupakan masalah esensial dari pendidikan. Antara filsafat dan pendidikan mempunyai hubungan yang erat. Pendidikan dalam pengembangan konsep-konsepnya, antara lain, dapat menggunakannya sebagai dasar hasil-hasil yang dicapai oleh cabang-cabang di atas. Misalnya, dalam menyelidiki dan mengembangkan tujuan-tujuan pendidikan diperlukan pendirian tentang pandangan, dunia yang bagaimanakah tempat kita hidup. Jika sampai kepada persoalan ini, berarti pendidikan masuk dalam lingkungan metafisika. Sedangkan, epistemologi diperlukan, antara lain dalam hubungannya dengan penyusunan dasar-dasar kurikulum. Karena kurikulum diumpamakan sebagai jalan raya yang harus dilewati oleh siswa dalam usahanya untuk memahami pengetahuan. Selanjutnya, aksiologi sebagai cabang filsafat yang mempelajarai nilai-nilai dan dunia nilai, menjadi penentu dan dasar tujuan pendidikan.
Pada bab 4, buku ini membahas tentang proses hidup sebagai dasar filsafat pendidikan. Sudah merupakan suatu kenyataan dalam proses kehidupan manusia, bahwa mereka harus melaksanakan tugas-tugas hidup yang dilaksanakan dan ditunaikan dengan baik dan sempurna, sejak zaman kehidupan mereka yang sederhana, sampai kehidupan seperti sekarang ini. Di dalam kehidupan manusia yang sederhana, mereka bersusah payah dan penuh kesulitan yang beragam dalam menghadapi perjuangan hidup, bersama dengan hewan dan makhluk lainnya dalam memperebutkan makanan dan tempat tinggal. Dalam hati mereka, mungkin juga timbul pertanyaan tentang diri sendiri dan arti hidupnya. Oleh karena itu, wajib bagi manusia menyadari dengan sungguh-sungguh akan pertanyaan seperti itu, dan mencarikan jawabannya secara filosofis pula. Dan inilah yang merupakan inti permasalahan filsafat yang meliputi umat manusia di jagad raya ini, sejak zaman purba hingga pada abad cyber-netica sekarang ini, yang berkembang dalam otak dan pikiran manusia. Proses pemikiran manusia seperti ini dalam kehidupan manusia, juga mendasari perkembangan filsafat pendidikan atau dasar filsafat pendidikan. Dalam perkembangan sejarah umat manusia, maka tampillah manusia-manusia unggul yang mengadakan perenungan, pemikiran, dan penganalisisan terhadap masalah hidup dan kehidupan, dan alam semesta. Yang kemudian melahirkan beberapa aliran filsafat, sofiesme, filsafat klasik yang kemudian memberikan pengaruh di dalam pendidikan, yang dimulai oleh filsafat klasik dipelopori oleh Socrates, dan diikuti oleh murid-muridnya Plato yang melahirkan filsafat idealisme dan Aristoteles yang melahirkan filsafat realisme.
Aliran-aliran filsafat pendidikan yang lahir kemudian, seperti progresivisme, essentialisme, eksistensialisme, eksperimentalisme, perrennialisme, rekonstruksionalisme, dan lain-lain masih berlandaskan kepada filsafat idealisme dan realisme. Hampir semua aliran filsafat ini membicarakan masalah pendidikan. Teori untuk pelaksanaan pendidikan, sesuai dengan paham dan pandangan yang mereka anut untuk membentuk dan membina, serta mengembangkan akal pikiran anak didik menuju kemajuan dan kebahagiaan mereka di kemudian hari.

Pada bab 5, buku ini membahas tentang tujuan hidup dan tujuan pendidikan. Tujuan hidup manusia berkembang dari masa ke masa. Mulai dari zaman purba sampai zaman modern seperti sekarang ini. Pada zaman purba tujuan manusia tidak lebih dari hanya untuk mengisi perut, melindungi dirinya dan keluarganya dari serangan binatang buas, marabahaya, dan lain sebagainya. Namun, seiring perubahan zaman sampai manusia berada pada zaman modern ini dan juga kebutuhan manusia mulai meningkat dan jumlah variasinya bertambah banyak, maka tujuan hidup manusia semakin jelas. Yaitu untuk mencari kepuasan, kemakmuran, dan kebahagiaan hidup, baik dari diri sendiri maupun untuk keluarga dan masyarakat di sekitarnya, baik lahiriah maunpun rohaniahnya. Kemudian yang menjadi tujuan hidup bangsa Indonesia terkandung dalam jiwa Pancasila. Yaitu, manusia yang bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan menjunjung tinggi kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, serta mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Setiap kegiatan pendidikan merupakan bagian dari proses yang diharapkan untuk menuju ke suatu tujuan, dan tujuan-tujuan ini ditentuan oleh tujuan-tujuan akhir. Pada umumya, esensi ditentukan oleh masyarakat, yang dirumuskan secara singkat dan padat, seperti kematangan dan integritas atau kesempurnaan pribadi, dan terbentuknya kepribadian Muslim. Integritas atau kesempurnaan pribadi meliputi integritas jasmaniah, intelektual, emosional dan etis, dan individu ke dalam diri manusia paripurna, merupakan cita-cita pedagogi atau dunia cita-cita yang kita temukan sepanjang sejarah, pada hamper semua Negara, baik oleh para filsuf atau moralis. Yaitu di antara para ahli pendidikan yang telah banyak membantu dalam memberikan inspirasu terhadap bermacam-macam usaha pendidikan yang dianggap mulia pada segala zaman. Dengan demikain tujuan pendidikan selalu terpaut pada zamannya, dengan kata lain rumusan tujuan pendidikan yang dapat dibaca unsur filsafat dan kebudayaan suatu bangsa yang dominan. Sebagai contoh tujuan pendidikan di Indonesia sebagaimana tercantum dalam UU RI No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab II pasal 3, menyebutkan : Pendidikan Nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggungjawab. Selain itu tujuan pendidikan bangsa Indonesia juga disebutkan dalam Garis-garis Besar Haluan Negara, TAP MPRS No III/MPR/1988, yaitu untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian, berdisiplin, bekerja keras, tangguh, bertanggungjawab, mandiri, cerdas, dan terampil serta sehat jasmani dan rohani. Pendidikan nasional juga harus mampu menumbuhkan dan memperdalam rasa cinta tanah air, mempertebal semangat kebangsaan dan rasa kesetiakawanan sosial. Sejalan dengan itu dikembangkan iklim belajar dan mengajar yang dapat menumbuhkan rasa percaya diri serta sikap dan perilaku inovatif dan kreatif. Dengan demikian, pendidikan nasional akan mampu mewujudkan manusia-manusia pembangunan yang dapat membangun dirinya serta bersama-sama bertanggungjawab atas pembangunan bangsa.
Sehingga dalam pengertian sederhana, dapat dipahami bahwa pendidikan selalu membawa perubahan baik, cepat atau lambat, terbuka dan terpendam. Perubahan juga membawa pada kebutuhan yan makin banyak dan beragam. Sehingga mungkin benar, kalau ada yang mengatakan bahwa pendidikan mencetuskan harapan, karena harapan itu sendiri terletak pada pendidikan.

Pada bab 6, buku ini membahas tentang fungsi pendidikan dalam kehidupan manusia sebagai makhluk biologis. Peranan pendidikan dalam hidup dan kehidupan manusia, terlebih dalam zaman modern sekarang ini, pendidikan diakui sebagai satu kekuatan yang menentukan prestasi dan produktivitas di bidang yang lain. Seluruh aspek kehidupan memerlukan proses pendidikan baik di dalam maupun di luar lembaga formal. Hubungan dan interaksi sosial yang terjadi dalam proses pendidikan di masyarakat memengaruhi perkembangan kepribadian manusia. Untuk memperoleh hakikat diri yang makin bertambah sebagai hasil pengalaman berturut-turut sepanjang kehidupan manusia. Pendidikan melaksanakan fungsi seluruh aspek kebutuhan hidup untuk mewujudkan potensi manusia sebagai aktualitas. Sehingga, mampu menjawab tantangan dan memecahkan masalah-masalah yang dihadapi oleh umat manusia dalam dinamika hidup dan perubahan yang terjadi pada masa-masa yang akan datang.
Pendidikan berusaha untuk mengembangkan potensi-potensi manusia yang utuh, yang merupakan aspek-aspek kepribadian termasuk di dalamnya aspek individualitas, moralitas, seimbang antara kebutuhan jasmani dan rohani dan antara duniawi serta ukhrawi. Pendidikan memberikan sumbangan kepada nasib manusia dan masyarakat dan semua tahap perkembangannya dan tidak pernah berhenti berkembang, untuk mendukung cita-cita kemuliaan manusia. Dari sudut pandangan kebutuhan biologis, fisiologis, dan naluriah, telah dibuktikan oleh peran yang dimainkan pendidikan dalam kelangsungan hidup manusia. Sejak zaman prasejarah, umat manusia dalam proses penyesuaian diri mereka terhadap berbagai cara hidup, mengatur hidup, dan menciptakan masyarakatnya untuk usaha bersama yang dimulai dari satuan keluarga dan suku primitive, kemudian terus maju dan memperoleh pengetahuan dan pengalaman. Dengan pendidikan, manusia mempelajari dan menyelidiki, serta menyatakan keinginan dan cita-citanya untuk memenuhi kebutuhan sebagai bekal hidup di hari depan.

Pada bab 7, buku ini membahas tentang demokrasi pendidikan. Demokrasi pendidikan dalam pengertian luas patut selalu dianalisis sehingga memberikan manfaat dalam praktik kehidupan dan pendidikan yang mengandung tiga hal, yaitu (1) Rasa hormat terhadap harkat sesame manusia. (2) Setiap manusia memiliki perubahan kea rah pikiran yang sehat. (3) Rela berbakti untuk kepentingan atau kesejahteraan bersama. Bangsa Indonesia telah menganut dan mengembangkan asas demokrasi dalam pendidikan sejak diproklamasikannya kemerdekaan hingga masa pembangunan dan era reformasi sekarang ini. Hal itu dapat dilihat pada UUD 1945 Pasal 31, UU RI No 23 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dan GBHN di sector pendidikan.
Hal-hal yang tercantum dalam undang-undang dan GBHN tersebut merupakan suatu proses untuk memberikan jaminan dan kepastian adanya persamaan dan pemerataan kesempatan untuk memperoleh pendidikan bagi seluruh warga Negara Indonesia, terutama pada usia sekolah tertentu. Pelaksanaan demokrasi pendidikan tidak hanya terbatas pada pemberian kesempatan belajar, tetapi juga mencukupi fasilitas pendidikan sesuai jenis dan jenjang pendidikan yang dibutuhkan masyarakat dengan tetap berorientasi kepada peningkatan mutu dan relevansi pendidikan atau keserasian antara pendidikan dengan lapangan kerja yang tersedia. Dengan demikian, semua lapisan masyarakat akan mungkin menyelenggarakan pendidikan melalui lembaga-lembaga sosial dan keagamaan. Caranya dengan mengikuti petunjuk arah dan pedoman yang telah dibuat dan disepakati sebagai standar dalam keseragaman pelaksanaan pendidikan.

Pada bab 8, buku ini membahas tentang aliran-aliran filsafat pendidikan. Ada empat aliran filsafat pendidikan yaitu progresivisme, esensialisme, perennialisme, dan rekonstruksionisme. Aliran pendidikan progresivisme selalu menekankan pada tumbuh dan berkembangnya pemikiran dan sikap mental, baik dalam pemecahan masalah maupun kepercayaan diri peserta didik. Aliran pendidikan esensialisme bertujuan untuk membentuk pribadi bahagia di dunia dan akhirat. Isi pendidikannya ditetapkan berdasarkan kepentingan efektivitas pembinaan kepribadian yang mencakup ilmu pengetahuan yang harus dikuasai dalam kehidupan dan mampu menggerakkan keinginan manusia. Aliran pendidikan perennialisme memiliki esensi kepercayaan filsafat yang berpegang pada nilai-nilai atau norma-norma yang bersifat abadi. Aliran ini mengambil analogi realitas sosial budaya manusia dengan gejalan yang terus ada dan sama. Aliran pendidikan rekonstruksionalisme berusaha membina suatu konsesus yang paling lua dan paling mungkin tentang tujuan utama dan tertinggi dalam kehidupan manusia. Untuk mencapai tujuan itu aliran ini berusaha mencari kesepakatan semua orang mengenai tujuan utama yang dapat mengatur tata kehidupan manusia dalam suatu tataran baru seluruh lingkungannya.

C.   HASIL RESENSI BUKU
Buku ini merupakan buku yang termasuk kategori bagus karena di dalamnya dibahas tentang filsafat secara umum, kemudian filsafat pendidikan secara khusus. Dalam buku ini, membahas tentang bagaimana pelaksanaan filsafat pendidikan dari masa ke masa hingga sampai pada masa sekarang ini, sehingga pendidikan bisa menjadi dasar atas terlaksananya kebijakan pada bidang-bidang yang lain seperti ekonomi, politik, sosial, budaya, dan bidang-bidang yang lain. Dan yang terpenting adalah, buku ini juga membahas bagaimana pelaksanaan filsafat pendidikan di Indonesia, sehingga pendidikan menjadi sentral dalam pembangunan nasional di Indonesia. Pembahasan dalam buku ini memiliki urutan yang baik, karena dimulai dengan pembahasan tentang filsafat kemudian mengkhususkan pada filsafat pendidikan. Baik itu fungsi, peranan maupun aliran-aliran dalam filsafat pendidikan. Kemudian dalam hal pemahaman, buku ini memberikan pemahaman kepada pembaca. Karena dalam pembahasannya tentang filsafat pendidikan, menggunakan dua pendekatan, yaitu pendekatan yang bersifat tradisional dan pendekatan yang bersifat kritis. Dalam pembahasannya, pendekatan yang bersifat tradisional digunakan untuk memecahkan masalah hidup dan kehidupan manusia sepanjang perkembangannya. Sedangkan pendekatan yang bersifat kritis digunakan untuk memecahkan masalah pendidikan pada masa sekarang ini.
Buku ini mengkaji topik materi tentang hal-hal : (1) Pengertian dan kedudukan filsafat dalam ilmu pengetahuan dan kehidupan manusia. (2) Pengertian pendidikan dan filsafat pendidikan serta peranannya. (3) Masalah pokok filsafat dan pendidikan. (4) Proses hidup sebagai dasar filsafat pendidikan. (5) Tujuan hidup dan tujuan pendidikan. (6) Fungsi pendidikan dalam kehidupan manusia sebagai makhluk biologis. (7) Demokrasi pendidikan. (8) Aliran dalam filsafat pendidikan.
Pada intinya buku ini mengkaji perihal filsafat pendidikan yang lahir dari ilmu pendidikan sebagai ilmu pengetahuan praktis. Ini mengandung arti bahwa pendidikan sebagai aspek kebudayaan mempunyai tugas, antara lain menyalurkan nilai-nilai hidup, melestarikan, dan mengembangkan nilai-nilai norma tingkah laku kepada peserta didik yang bersumber dari filsafat dan kearifan orangtua keluarga. Pelaksanaan pendidikan tersebut juga merangkum antara teori pengetahuan dan filsafat yang terkandung di dalam pelajaran yang diberikan oleh pendidik. Oleh karena itu dalam melaksanakan pendidikan, haruslah disesuaikan dengan kondisi alam, kebudayaan, dan adat istiadat suatu tempat atau negara. Sehingga tujuan pendidikan dapat terlaksana dengan optimal tanpa ada hambatan-hambatan yang dapat menggagalkan suatu sistem pendidikan.
Kelebihan-kelebihan yang terkandung dalam buku ini adalah pembahasan dimulai dengan teori-teori, kemudian dari teori-teori tersebut penulis menarik kesimpulan yang mudah dipahami oleh pembaca. Selain itu buku ini juga membahas teori-teori yang dapat membawa pembaca menyimpulkan teorinya sendiri tentang pembahasan dalam setiap bab buku ini.

D.   KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa :
1.    Filsafat pendidikan merupakan terapan ilmu filsafat terhadap masalah pendidikan atau filsafat yang diterapkan dalam suatu usaha pemikiran mengenai masalah pendidikan.
2.    Filsafat pendidikan lahir dan menjadi bagian dan rumpun konsep ilmu pendidikan sebagai ilmu pengetahuan normatif. Merupakan disiplin ilmu yang merumuskan kaidah-kaidah, norma, atau nilai yang akan dijadikan ukuran tingkah laku manusia yang hidup di tengah-tengah masyarakat. Sekaligus untuk menentukan tingkah laku perbuatan manusia dalam kehidupan dan penghidupannya.
3.    Filsafat pendidikan juga lahir dari ilmu pendidikan sebagai ilmu pengetahuan praktis. Artinya bahwa tugas pendidikan sebagai aspek kebudayaan mempunyai tugas untuk menyalurkan nilai-nilai hidup. Selain itu, untuk melestarikan dan mengembangkan nilai-nilai tingkah laku kepada subjek didik, yang bersumber dari filsafat dan/atau orangtua. Pelaksanaan pendidikan tersebut juga merangkum antara teori pengetahuan dan filsafat yang terkandung dalam pelajaran yang diberikan. 

REFERENSI
Anwar, Muhammad. 2015. Filsafat Pendidikan. Jakarta : Prenadamedia Grup.
Brubacher, John S. 1997. Modern Philosophie of Education. New Delhi : Tata McGraw-Hill Piblishing Company.,ltd.
Siagian, Sondang P. 1981. Filsafat Administrasi. Jakarta : Gunung Agung.

MEMBUAT PROGRAM LED BERJALAN DENGAN BAHASA ASSEMBLY


Disini kita akan membuat sebuah program led berjalan menggunakan mikrokontroler keluarga MCS51 dengan menggunakan bahasa Assembly. Terlebih dahulu kita buat rangkaian hardwarenya sehingga dapat langsung kita aplikasikan. Untuk rangkaian hardwarenya kita membutuhkan bahan-bahan seperti:
  1. 8 buah led
  2. Sistem minimum Mikrokontroler MCS51/AT89S51
  3. Atmel ISP Programer
  4. Program ASM51
  5. Kabel Downloader parallel
Setelah semua bahan yang kita butuhkan telah ada,selanjutnya kita tinggal merangkainnya. Anda dapat membuat Rangkaian Sistem seperti gambar berikut:


Gambar Rangkaian Led Berjalan dengan Mikrokontroler AT89S51

Kemudian kita akan memulai membuat program yang nantinya akan kita downloadkan ke mikrokontroler AT89S51. Caranya buka notepad atau program text editor lain yang anda miliki kemudian ketikan listing program berikut:

$MOD51
$TITLE(LED)
          ORG     0000H
          MOV     A,#1        ; BERIKAN NILAI AWAL 1 PADA ACC
LOOP    :
        MOV     P1,A        ;NYALAKAN LED DI PORT1
        RR     A        ;GESER A KEKANAN SATU BIT

        MOV    R1,#2        ; 1 SIKLUS MESIN
DEL1    :    MOV    R2,#244    ; 1 SIKLUS MESIN
DEL2    :    MOV    R3,#255    ; 1 SIKLUS MESIN
DEL3    :    DJNZ R3,DEL3    ; 2 SIKLUS MESIN X 255
        DJNZ R2,DEL2    ; 2 SIKLUS MESIN X 244
        DJNZ R1,DEL    ; 2 SIKLUS MESIN X 2

        SJMP     LOOP



Simpan dengan nama led.asm dan kompile menggunakan program ASM51. Kemudian downloadkan ke Mikrokontroler anda. Lihat yang terjadi dengan sistem anda. Led akan menyala satu-satu dari kiri kekanan dengan delay satu detik.

MAKALAH PELAKSANAAN PENDIDIKAN KEJURUAN





I.        PENDAHULUAN
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara (UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional). Kemudian dalam UU No 20 Tahun 2003 dijelaskan pula tujuan pendidikan nasional yaitu, “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”. Oleh karena itu pendidikan sekarang ini bukan hanya untuk membentuk manusia menjadi lebih berkompetensi di bidang kognitif, dan psikomotorik. Tetapi juga untuk membentuk kemampuan afektif dalam hal ini kepribadian serta akhlak mulia.
Berdasar pada tujuan pendidikan nasional tersebut ada dua sasaran dalam pendidikan. Pertama, membentuk sikap dan kompetensi dasar yang perlu dimiliki oleh setiap warga Negara. Ini merupakan tugas dari penddikan umum. Kemudian yang kedua, yaitu mendidik sikap dan kompetensi khusus yang diperlukan bagi mereka yang di bidang-bidang tertentu. Ini adalah bidang tugas dari pendidikan khusus. Pendidikan umum membekali anak peserta didik soft skill untuk menjadi manusia dan warga Negara yang baik. Pendidikan khusus memberikan hard skill untuk menjadi pekerja yang baik (Boediono dalam Forum Mangunwijaya VII). Oleh karena itu pendidikan harus mengaktualisasikan semua potensi peserta didik menjadi kemampuan yang dapat dimanfaatkan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Sehingga dengan kemampuan tersebut, akan dapat meningkatkan pembangunan nasional di segala bidang. Upaya tersebut dapat dilakukan melalui pendidikan, baik melalui jalur pendidikan formal maupun jalur pendidikan non formal. Salah satu jalur pendidikan formal yang menyiapkan lulusannya untuk memiliki kompetensi yang dibutuhkan di dunia kerja adalah pendidikan kejuruan.
Pendidikan kejuruan yang dikembangkan di Indonesia diantaranya adalah Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang dirancang untuk menyiapkan peserta didik yang siap memasuki dunia kerja. Lulusan pendidikan kejuruan, diharapkan menjadi individu yang produktif dan mampu menjadi tenaga kerja menengah dan memiliki kesiapan untuk menghadapi persaingan kerja. Dengan catatan, bahwa lulusan pendidikan kejuruan memang mempunyai kualifikasi sebagai calon tenaga kerja yang memiliki keterampilan tertentu sesuai dengan bidang keahliannya.
Pendidikan kejuruan dalam hal ini SMK merupakan program strategis pemerintah untuk menyediakan tenaga kerja di tingkat menengah. Namun kenyataan di masyarakat menunjukkan bahwa program ini kurang menarik perhatian, baik itu dari pihak orangtua maupun anak-anaknya. Contoh sederhana, misalnya siswa yang prestasi akademiknya tinggi cenderung tidak memilih pendidikan kejuruan, melainkan pendidikan umum yang lebih leluasa untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang pendidikan tinggi. Usaha untuk menarik dan bahkan meningkatkan minat masyarakat termasuk remaja lulusan pendidikan dasar, untuk memasuki sekolah kejuruan memang perlu dilakukan dengan sungguh-sungguh. Usaha tersebut tidak cukup hanya dengan melakukan promosi seperti mencetak dan menyebarkan informasi ke sekolah-sekolah tingkat dasar. Tetapi harus terlebih dahulu ditunjukkan hasil yang bermutu dan berdayaguna.
Pendidikan kejuruan adalah bagian dari sistem pendidikan yang mempersiapkan peserta didik agar mampu bekerja pada bidang pekerjaan tertentu. Ketika peserta didik masuk pada Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), maka peserta didik tersebut diharapkan mampu memperoleh pengetahuan dan keterampilan serta cara-cara untuk mengembangkan potensi dirinya. Dalam hal ini kurikulum memegang peranan penting menghasilkan lulusan yang berkualitas. Kurikulum yang dirancang dan dikembangkan harus memiliki kesesuaian dan keselarasan dengan kebutuhan dunia kerja. Kurikulum pendidikan kejuruan secara spesifik mengarah kepada pembentukan keterampilan lulusan yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas pekerjaan tertentu. Keterampilan tersebut telah diadaptasi dalam kurikulum SMK yang meliputi kelompok normatif, adaptif dan produktif.
Kurikulum yang sedang berjalan saat ini adalah kurikulum terbaru yaitu kurikulum 2013. Pada tataran implementasi, kurikulum ini menuntut kreativitas guru di dalam memberikan pengalaman belajar yang dapat meningkatkan kompetensi peserta didik, karena betapapun bagusnya kurikulum, keberhasilan kurikulum tersebut pada akhirnya bergantung pada peranan guru. Sebab kurikulum yang bagus tetapi tidak diimbangi dengan kematangan pemahaman guru mengenai kurikulum itu sendiri maka sulit bagi sebuah lembaga pendidikan untuk mengimplementasikan kurikulum tersebut.
Namun, dalam penerapannya, kurikulum 2013 belum diterapkan secara menyeluruh di Indonesia. Masih terbatas pada sekolah eks RSBI dan sekolah berakreditasi A. Ini disebabkan karena belum terpenuhinya jumlah dan kompetensi guru serta ketersediaan buku yang masih kurang (Mida, 2013).

II.        Konsep Ideal Penyelenggaraan PTK
Pendidikan kejuruan merupakan pendidikan menengah yang mempersiapkan peserta didik terutama untuk bekerja dalam bidang tertentu (UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional). Pendidikan kejuruan bertujuan untuk menyiapkan peserta didik memasuki DUDI dan melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi. Atau dengan kata lain pendidikan kejuruan bertujuan untuk meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan peserta didik untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai dengan program kejuruannya. Dari tujuan pendidikan kejuruan tersebut mengandung makna bahwa pendidikan kejuruan di samping menyiapkan tenaga kerja yang profesional juga mempersiapkan peserta didik untuk dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi sesuai dengan program kejuruan atau bidang keahliannya. Disamping itu menurut Stephen Billet (2011) pendidikan kejuruan juga bertujuan menyelaraskan kapasitas individu dan mempersiapkan mereka untuk siap terlibat dalam dunia kerja. Tujuan ini terdiri :
·         Mengidentifikasi dan membimbing individu menuju karir di mana mereka tertarik dan yang mereka cocok.
·         Mengembangkan kapasitas individu untuk terlibat dalam pekerjaan yang dipilih oleh mereka.
·         Pemahaman kebutuhan dan kesiapan kerja.
·         Memberikan pengalaman otentik kerja untuk terlibat di dunia kerja.
·         Melibatkan peserta didik
Tujuan pendidikan kejuruan bukan cuma berorientasi pada keperluan individu saja tapi juga berorientasi pada keperluan sosial. Tujuan untuk keperluan sosial yaitu :
·         Mengembangkan kualitas yang dibutuhkan untuk mempertahankan dan mengembangkan sektor industri
·         Mengembangkan kualitas untuk berkontribusi terhadap perkembangan ekonomi nasional.
·         Menciptakan lapangan pekerjaan.
Berdasar dari tujuan pendidikan kejuruan di atas tidak dipungkiri bahwa arah pendidikan kejuruan adalah menghasilkan lulusan yang memiliki kompetensi yang dapat dijadikan bekal dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Oleh karena itu dalam perencanaan dan pelaksanaannya pendidikan kejuruan haruslah berdasarkan teori Prosser berikut :
·         Sekolah kejuruan akan efektif jika siswa diajar dengan materi, alat, mesin dan tugas-tugas yang sama atau tiruan dimana siswa akan bekerja.
·         Sekolah kejuruan akan efektif hanya jika siswanya diperkenalkan dengan situasi nyata untuk berfikir, berperasaan, berperilaku seperti halnya pekerja, di industri, dimana siswa akan bekerja setelah lulus.
·         Sekolah kejuruan akan efektif jika siswa dilatih langsung untuk berfìkir dan secara teratur.
·         Untuk setiap jenis pekerjaan, individu harus memiliki kemampuan minimum agar mereka bisa mempertahankan diri untuk bekerja dalam posisi tersebut.
·         Pendidikan kejuruan akan efektif jika membantu individu untuk mencapai cita-cita, kemampuan, dan keinginannya pada tingkat yang lebih tinggi.
·         Pendidikan kejuruan untuk suatu jenis keahlian, posisi dan keterampilan akan efektif hanya diberikan kepada siswa yang merasa memerlukan, menginginkan dan mendapatkan keuntungan.
·         Pendidikan kejuruan akan efektif apabila pengalaman latihan yang dilakukan akan membentuk kebiasaan bekerja dan berfikir secara teratur dan betul-betul diperlukan untuk meningkatkan prestasi kerja.
·         Pendidikan kejuruan akan efektif jika diajar oleh guru dan instruktur yang telah memiliki pengalaman dan berhasil di dalam menerapkan keterampilan dan pengetahuan mengenai operasi dan proses kerja yang dilakukan.
·         Pendidikan kejuruan harus memahami posisinya dalam masyarakat, dan situasi pasar, melatih siswa untuk dapat memenuhi tuntutan pasar tenaga kerja dan dengan menciptakan kondisi kerja yang lebih baik.
·         Menumbuhkan kebiasaan kerja yang efektif kepada siswa hanya akan terjadi apabila training yang diberikan berupa pekerjaan nyata, dan bukan merupakan latihan semata.
·         Materi training yang khusus pada jenis pekerjaan tertentu hendaknya merupakan pengalaman tuntas pada pekerjaan tersebut.
·         Untuk setiap jenis pekerjaan mempunyai ciri khusus, sehingga memerlukan materi diklat khusus pula.
·         Pendidikan kejuruan akan menghasilkan pelayanan yang efisien apabila penyelenggaraan training diberikan kepada sekelompok siswa yang memerlukan (motivasi) dan memperoleh keberhasilan dari program tersebut.
·         Pendidikan kejuruan akan efisien dan efektif apabila metode pembelajaran memperhatikan karakteristik siswa.
·         Administrasi pendidikan kejuruan akan efisien apabila dilaksanakan dengan fleksibel, dinamis dan terstandar.
·         Walaupun setiap usaha perlu dilaksanakan sehemat mungkin, pembiayaan pendidikan yang kurang dan batas minimum tidak bisa dilaksanakan secara efisien. Dan jika pembelajaran tidak bisa menjangkau dengan biaya minimum, sebaiknya pendidikan kejuruan tidak dilaksanakan
  
Sehingga sekolah-sekolah kejuruan seharusnya memperhatikan hal-hal berikut:
·         Kurikulum : Kurikulum yang dikembangkan harus sesuai dengan kompetensi yang dibutuhkan di DUDI. Pendidikan kejuruan seyogyanya menyediakan jurusan yang memiliki kesesuaian dengan pekerjaan tertentu di DUDI. Dibutuhkan informasi tentang jenis-jenis keterampilan yang dibutuhkan suatu pekerjaan dan membuatnya ke dalam perencanaan pembelajaran bagi peserta yaitu kurikulum. Dengan adanya kurikulum ini maka secara spesifik sudah sesuai dengan suatu pekerjaan tertentu sehingga peserta didik tahu jelas sasaran pembelajaran bagi dirinya.
·         Sarana dan prasarana : Sarana dan prasarana dalam hal ini adalah peralatan praktek yang digunakan di sekolah seharusnya merupakan replika dari peralatan yang digunakan di DUDI sehingga jika nanti lulusan bekerja di suatu bidang pekerjaan tertentu, maka dia tidak akan merasa asing lagi dengan peralatan yang akan digunakannya.
·         Lingkungan belajar : Idealnya lingkungan belajar di mana tempat peserta didik belajar duplikat dari keadaan sebenarnya di dunia kerja. Kemudian jika pada tahap tertentu peserta didik harus mulai diperkenalkan dengan lingkungan kerja yang sebenarnya. Penyelenggara pendidikan kejuruan dalam hal ini sekolah harus menyesuaikan dengan keadaan dunia kerja, diantaranya (1) lingkup kerja dan (2) kontrol kerja. Ada pekerjaan yang memiliki lingkup kerja luas bahkan tak terbatas (seorang pekerja mengerjakan semua hal dari awal hingga akhir produksi), ada pula yang lingkupnya sangat terbatas (ada pembagian kerja). Ada juga pekerjaan dimana pekerja memiliki kontrol penuh atas pekerjaannya, ada pula yang ketat dengan berbagai pembatasan.
·         Perspektif sosial dunia kerja : Prinsipnya adalah memberikan pelajaran keterampilan sosial yang dibutuhkan peserta didik jika nanti sudah berada di DUDI seperti hubungan antar manusia, kewarganegaraan dan komunikasi. Keterampilan sosial adalah hal penting dalam mempertahankan pekerjaan dan pengembangan karir.
·         Tujuan akhir pendidikan : Peserta didik harus mengerti sejak awal bahwa seluruh bagian pembelajaran yang diberikan adalah untuk memberikan mereka keterampilan spesifik yang sesuai kebutuhan pasar kerja. Sehingga mereka memiliki keterampilan untuk mengerjakan tugas-tugas pada pekerjaan tertentu, bahwa mereka akan diberikan tanggung jawab kerja untuk menghasilkan suatu produk atau jasa. Hal ini sangat penting karena akan menumbuhkan motivasi internal dari para peserta didik.
·         Sasaran karir yang spesifik : Peserta didik harus memiliki sasaran karir. Pada periode tertentu peserta didik diharapkan sudah memiliki komitmen terhadap suatu bidang pekerjaan tertentu misalnya keteknikan, manajemen atau bidang pekerjaan lainnya. Pada tingkatan ini siswa mulai dikenalkan dengan gambaran dunia kerja. Materi pembelajaran kerja dan pengalaman kerja secara umum sudah harus diberikan pada level ini. Harapannya mereka sudah memiliki sasaran karir yang lebih jelas dan menjurus sehingga dapat mengambil pelatihan lebih spesifik, atau melanjutkan ke perguruan tinggi vokasi pada jurusan yang sudah spesifik.
·         Hubungan dengan DUDI : Hubungan antara lembaga pendidikan dengan DUDI merupakan suatu ciri karakteristik yang penting bagi pendidikan kejuruan. Perwujudan hubungan timbal balik berupa kesediaan dunia DUDI, menampung peserta didik untuk mendapat kesempatan pengalaman belajar sekaligus pengalaman kerja di DUDI, informasi kecenderungan ketenagakerjaan yang merupakan bahan untuk dijabarkan ke dalam perencanaan dan implementasi program pendidikan, dan bentuk-bentuk kerjasama lainnya yang saling menguntungkan.

III.        Pelaksanaan Pendidikan Kejuruan (Existing Condition)
Pelaksanaan pendidikan kejuruan secara umum di Makassar belum sesuai dengan konsep ideal penyelenggaraan pendidikan kejuruan yang sudah dikemukakan di atas. Ini disebabkan karena adanya permasalahan-permasalahan yang dialami sebagian sekolah kejuruan di Makassar. Permasalahan-permasalahan tersebut dapat dilihat dari sisi konsep, program, dan operasional.
1.    Konsep
Dilihat dari sisi kurikulum yang digunakan, kurikulum yang sudah ditetapkan oleh pemerintah dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan cenderung ditetapkan secara sepihak tanpa melibatkan pelaksana kurikulum dalam hal ini guru. Menurut Mida (2013) ada dua prinsip penting yang harus diperhatikan dalam merencanakan kurikulum, yang pertama adalah bahwa guru akan mampu mengoptimalkan kegiatan pembelajaran manakala keterlibatan dalam pengembangan tujuan pembelajaran yang sebidang atau kongruen dengan apa yang ada di dalam pikirannya. Guru-guru yang telah bertahun-tahun mengajar mempunyai gambaran yang sangat jelas tentang apa saja yang terjadi di kelasnya, apa penyebabnya, dan bagaimana mengatasinya. Kalau tujuan pembelajaran yang dibawa kurikulum baru tidak sama dengan apa yang dipikirkannya, atau karena sosialisasi yang kurang sehingga terjadi distorsi pemahaman terhadap tujuan tersebut, maka kira tidak bisa berharap akan terjadi perubahan secara substansi. Kemudian yang kedua adalah bahwa guru bereaksi terhadap pengalaman sebagaimana mereka mempersepsikan pengalaman tersebut, bukan seperti apa yang disampaikan oleh para perumus kurikulum.
2.    Program
Dalam hal kurikulum diperlukan penjurusan yang berorientasi ke dunia kerja yaitu sekolah diberi keleluasaan mengembangkan program keahlian yang dibutuhkan di dunia kerja. Sehingga peserta didik mendapatkan pengalaman belajar yang mengarah ke pengalaman kerja di DUDI. Selanjutnya muatan program mata pelajaran adaptif perlu ditinjau kembali, mengingat pergeseran kebutuhan industri yang sangat cepat. Setiap mata pelajaran harus dikembangkan seiring perkembangan kebutuhan industri.
Jumlah jam pelajaran perlu disesuaikan dengan jam dunia industri. Agar peserta didik sudah terbiasa dengan jam kerja apabila nantinya dia sudah mendapat pekerjaan.
3.    Operasional
Dalam hal ini dilihat dari aspek tenaga pengajar yang ada di sekolah, banyak guru produktif yang tidak sesuai dengan mata pelajaran yang diampu. Guru yang ada memiliki mentalitas yang terbiasa menunggu instruksi untuk melaksanakan sesuatu dan tidak mempunyai banyak inovasi dan kreatiitas dalam menyampaikan ilmunya. Guru kurang menguasai cara menyampaikan ilmu yang ia tahu kepada siswanya. Untuk meningkatkan kualitas produksi di dunia usaha atau dunia industri, maka harus melakukan upaya perbaikan atau pembaharuan pembelajaran oleh para guru termasuk peningkatan kemampuan guru dalam bidang kejuruannya masing-masing.
Guru yang memiliki kompetensi akan optimal dalam memberikan pembelajaran di kelas, sehingga peningkatan profesionalisme guru perlu memperoleh perhatian tersendiri baik dari pihak sekolah maupun pihak pemerintah. Saat ini, masih banyak guru yang mengajar tidak sesuai dengan bidang dan kompetensi yang seharusnya. Ini terjadi karena masih kurangnya guru pada bidang tertentu. Disamping peningkatan kualitas guru, dibutuhkan juga peningkatan kuantitas guru. Peningkatan kualitas dan kuantitas guru harus dilakukan secara berkesinambungan dan kontinyu, namun tetap berdasar pada standar-standar yang berlaku.
Bila dibandingkan dengan penelitian oleh Prof. Yusufhadi Miarso, M.Sc dengan membandingkan antara kajian pendidikan kejuruan yang dilakukan oleh Yusufhadi Miarso dan permasalahan tersebut terdapat beberapa kesamaan. Kurikulum yang belum lengkap dan sesuai dengan DUDI, alokasi penganggaran pembiayaan yang belum sesuai dan relatif terbatas, sarana dan prasarana yang belum meng-cover keseluruhan kebutuhan di sekolah. Program kejuruan perlu lebih dikembangkan agar sesuai dengan kebutuhan industri dan karakteristik perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan.
Kemudian yang selanjutnya adalah terdapat beberapa persamaan diantaranya praktikum hanya diberikan dalam mata pelajaran keterampilan produktif. Untuk pelajaran keterampilan intelektual seperti matematik dan sains, tidak terungkap adanya praktikum berupa belajar pemecahan masalah, belajar berbasis proyek dan sebagainya. Yang kedua Kompetensi lulusan masih berorientasikan pada kebutuhan lapangan kerja masa sekarang atau bahkan masa lalu, dan belum membuka wawasan ke masa mendatang. Perkembangan teknologi, terutama teknologi informasi dan komunikasi yang telah memicu globalisasi, baru sekedar diketahui dan dioperasikan, belum dimanfaatkan untuk keperluan belajar atau untuk mencari informasi yang berkaitan dengan perkembangan lingkungan kerja. Kemandirian sebagai salah satu kompetensi yang perlu dikuasai, belum tampak usaha pengembangannya. Kemampuan ini sangat diperlukan dalam menghadapi situasi yang senantiasa berubah.Sedangkan pada kerjasama dengan industry belum cukup baik karena kegiatan PSG hanya dilaksanakan pada industri-industri kecil dan di instansi pemerintahan setempat, ini disebabkan karena belum mampu menjalin kerja sama dengan industri-industri besar sebagai tempat pelaksanaan PSG.
IV.        Kesimpulan
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa kualitas pendidikan kejuruan haruslah ditingkatkan seiring dengan perkembangan DUDI. Ini dapat dicapai dengan cara : (1) pengembangan kurikulum yang sesuai dengan kompetensi di DUDI, (2) menyediakan sarana dan prasarana replika dari DUDI (3) lingkungan belajar yang merupakan duplikat dari lingkungan kerja di DUDI, (4) diajarkan perspektif sosial tentang dunia kerja, (5) peserta didiknya memiliki tujuan akhir pendidikan, (6) peserta didik memiliki sasaran karir yang spesifik, dan (7) meningkatkan hubungan dengan DUDI

DAFTAR PUSTAKA
Billett, Stephen.  2011. Vocational Education : Purposes, Traditions and Prospects. Brisbane : Griffith University School of Education and Professional Studies Australia.
Forum Mangunwijaya VII. 2013. Menyambut Kurikulum 2013. Jakarta : PT. Kompas Media Nusantara.
Kuswana Sunaryo, Wowo. 2013. Filsafat Pendidikan Teknologi Vokasi dan Kejuruan. Bandung : Alfabeta.
Latifatul M, Mida. 2013. Kupas Tuntas Kurikulum 2013 : Kelebihan dan Kekurangan Kurikulum 2013. Kata Pena.
UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
http://yusufhadi.net/pemetaan-pendidikan-kejuruan diunduh pada tanggal 23 Desember 2015


Selamat Datang. Terima Kasih Sudah Berkunjung